Penulis :
Anggun Rizka Amini, Aufa Nibras Kautsar, Dewi Fatimah Adzir Maulana, Sitti Nurzaifie, dan Xaviere Edmarg
Penyunting : Irfan Maulana
Jika mendengar kata “Bandung”, mungkin sebagian besar orang langsung teringat akan Gedung Sate, siapa yang tak mengenal gedung tersebut? Gedung yang dibangun 27 Juli 1920 dan selesai pada September 1924 itu kini menjadi kantor Pusat Pemerintahan Jawa Barat dan icon kota Bandung. Dulu, gedung ini dikenal dengan nama“Gouvernements Bedrijven” yang berfungsi sebagai gedung Departemen Perhubungan dan Pengairan pada masa Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Berdiri selama kurang lebih dari satu abad, Gedung Sate menjadi tempat berlangsungnya banyak peristiwa atau cerita sejarah. Untuk menyampaikan informasi terkait peristiwa atau cerita sejarah tersebut, Pemerintah Daerah Jawa Barat merealisasikan sebuah museum yang menyatu dengan Gedung Sate, yaitu museum yang berada di Jalan Diponegoro No.22, Citarum, Kec. Bandung Wetan, Kota Bandung, Jawa Barat.
Diresmikan pada 8 Desember 2017, Museum Gedung Sate mengusung tema "Smart Museum". Museum ini disebut sebagai museum tercanggih di Indonesia, karena memberikan gambaran baru terhadap bagaimana penyajian museum di era Revolusi Industri 4.0. Museum Gedung Sate berinovasi dengan memadukan pengetahuan sejarah dengan teknologi digital di dalamnya, yaitu teknologi visual digital dan video mapping yang canggih. Pengunjung juga dapat menikmati ruang film, ruang architarium, ruang augmented, ruang virtual reality, dan ruang display serta banyak lagi ruangan lainnya yang tak kalah menarik.
Gambar 1. Bangunan Gedung Sate
Meskipun lahan museum tidak terlalu luas, tetapi dengan inovasi teknologi yang terus berkembang, membuat pengunjung merasa tidak bosan untuk berlama-lama di museum ini. Museum juga menyediakan banyak fitur yang membuat para pengunjung museum betah untuk berkeliling. Pertama, museum ini memiliki ruang film yang menyuguhkan pengunjung film dokumenter atau sejarah singkat mengenai pembangunan Gedung Sate. Kedua, pengunjung dapat menikmati ruang Augmented Reality yang membawa pengunjung ke masa silam dan seakan-akan hadir di tengah para pekerja Gedung Sate, sehingga memberikan sensasi menjadi mandor dalam proyek pembangunan Gedung Sate pada Masa Kolonial. Ketiga, terdapat ruang Virtual Reality yang akan memberikan ilustrasi menggunakan Virtual Reality kepada pengunjung mengenai kemegahan rencana pembangunan komplek gedung pemerintahan di sekitar Gedung Sate dengan menggunakan balon udara.
Gambar 2. Augmented Reality
(Sumber: museumgedungsate.org)
Gambar 3. Virtual Reality
(Sumber: republika.co.id)
Keempat, museum menyediakan informasi secara digital. Melalui informasi digital ini, para pengunjung bisa mengakses info tambahan lewat panel-panel monitor interaktif yang tersebar di seluruh lokasi museum. Jadi, tidak terbatas pada gambar dan tulisan cetak saja.
Gambar 4. Informasi Digital
(Sumber: https://www.instagram.com/p/CGlhUxXhoEp/)
Kelima, terdapat citra pemindaian 3D atau 3D laser scanning. Dengan menggunakan citra pemindaian 3D ini, para pengunjung bisa melihat gambar bangunan tiga dimensi Gedung Sate yang diproyeksikan melalui proyektur khusus. Menariknya, citra ini bersifat interaktif sehingga pengunjung bisa menyorot bagian-bagian tertentu untuk mendapatkan informasi tambahan mengenai kompleks Gedung Sate.
Gambar 5. Citra Pemindaian 3D
(Sumber: https://www.instagram.com/rach_febrianty/ )
Teknologi keenam, yaitu Interactive Glass Display. Interactive Glass Display merupakan sebuah perangkat elektronik yang dapat memungkinkan penggunanya untuk melihat melalui layar sembari melihat apa yang ditampilkan pada layar. Jadi, perangkat ini dapat dikatakan mirip sebuah papan tulis, tetapi dalam versi digital. Di dalam museum, terdapat sebuah layar besar interaktif berisi sejumlah informasi mengenai Gedung Sate. Layar ini merespon sentuhan dan pengunjung juga bisa dengan bebas menggerakkan atau memindahkan gambar-gambar yang muncul.
Gambar 6. Interactive Glass Display
(Sumber: http://absbandung.sch.id)
Ketujuh, yaitu, teknologi Wall Video Mapping. Sebuah tampilan yang terdapat pada dinding suatu ruangan atau bangunan. Cara kerjanya mirip dengan proyektor LCD yang menampilkan gambar pada suatu permukaan. Pengunjung dapat menyaksikan tayangan mengenai sejarah lengkap Gedung Sate dalam ruangan yang berkapasitas 35 orang.
Gambar 7. Wall Video Mapping
(Sumber: https://news.detik.com)
Teknologi terakhir adalah Architarium. Sebuah ruangan yang dikelilingi dengan layar melengkung yang dapat menunjukkan suatu tayangan bagi para penggunanya. Ruangan ini menyajikan informasi sejarah perkembangan arsitektur dunia, mulai dari bangunan ikonik dari seluruh belahan bumi hingga sejumlah warisan arsitektur kolonial Indonesia. Semua informasi tersebut disajikan dalam sebuah ruangan khusus dengan layar-layar yang ditata melengkung 270 derajat.
Gambar 8.Architarium
(Sumber: https://republika.co.id/)
Gedung Sate merupakan bangunan cagar budaya yang banyak menyimpan sejarah bangsa. Selain itu, museum yang yang terletak di Jalan Diponegoro No. 22 juga merupakan salah satu objek wisata di Bandung yang tidak hanya bersifat rekreatif tetapi juga bersifat edukatif. Berbagai inovasi yang memadupadankan sejarah dan teknologi digital era 4.0 membuat daya tarik wisata gedung sate semakin meningkat. Melihat hal tersebut, kita sebagai masyarakat yang berbudaya, harus bisa menjaga dan melestarikan aset dan budaya bangsa kita. Dengan demikian, diperlukan kerjasama yang baik serta kepedulian masyarakat agar keberadaan Gedung Sate dapat tetap terjaga, karena Gedung Sate bukan hanya sekedar objek wisata, tetapi juga sebagai salah satu bukti perjuangan dari sejarah panjang bangsa Indonesia.
Daftar Pustaka
コメント