Penulis: Widya Refriatna Handriat
Penyunting: Alfa Alaudin Ari Saputra
Petirtaan Jalatunda atau dikenal oleh orang Jawa adalah Jolotundo merupakan pemandian kuno yang telah ada sejak zaman masa klasik. Jalatunda berasal dari istilah kuno, kata jala yang artinya air dan tunda yang berarti bertingkat. Oleh karena itu, petirtaan disebut Jalatunda karena terdapat air keluar dari pancuran yang dibuat secara bertingkat. Lokasi petirtaan ini berada di lereng barat Gunung Penanggungan atau tepatnya di Biting, Seloliman, Kecamatan Trawas, Mojokerto, Jawa Timur.
Perjalanan ke Petirtaan Jalatunda memakan waktu yang cukup lama dari ibukota. Apalagi jika kamu berasal dari kota yang sangat jauh. Tidak ada akses untuk kendaraan umum mencapai sana. Kami melakukan perjalanan dari Kabupaten Jombang menuju Petirtaan Jalatunda menggunakan sepeda motor kurang lebih 1,5 jam. Dalam perjalanan beberapa kali kami salah arah dan terpaksa harus putar arah padahal jelas-jelas kami sudah mengikuti petunjuk google maps dengan sangat baik. Google maps mengarahkan kami ke jalan yang sepi, makin sempit, terjal bebatuan, turunan, banyak kambing, dan tidak ada petunjuk jalan. Ia mengatakan “belok kanan” lalu tibalah sosok bapak-bapak yang memanggil kami dan menanyakan “arep nang ndi mba?” kami jawab ingin ke Jolotundo, kemudian ia mengarahkan kami berputar arah karena apabila mengikuti arahan google maps kami justru akan dibawa ke jalan yang buntu serta terjal banyak bebatuan. Setelah itu, kami tidak lupa untuk berterima kasih kepada Bapak tersebut dan melanjutkan perjalanan.
Gambar 1. Petirtaan Jalatunda
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)
Singkat cerita, tibalah kami di Petirtaan Jalatunda. Kami tidak langsung masuk karena perut kami sudah berbunyi keroncongan kelaparan, kami pun memilih untuk memesan dua mie instan. Saat itu, memang mie instan menjadi pilihan terbaik untuk dimakan dimanapun dan kapanpun. Kami melihat tiap warung makan menyediakan jerigen air. Kami sempat berpikir untuk membelinya juga tapi kami urungkan niat itu. Setelah itu, selesai makan dan sholat kami melanjutkan jalan dengan membeli tiket masuk seharga Rp 10.000 per orang. Lalu, saat kami masuk ke petirtaan ada banyak sekali orang yang sedang mandi atau berendam, sekadar duduk-duduk, foto-foto, melihat ikan, dan berbagai kegiatan lainnya.
Gambar 2. Masyarakat ramai berdatangan ke Petirtaan Jalatunda
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2021)
Kami tidak ingin mengambil resiko untuk tertular COVID-19 jadi kami memilih untuk jalan-jalan ke tempat yang agak sepi. Kami duduk di salah satu pendopo yang berada di atas kiri dari kolam petirtaan Jalatunda. Ada hal menarik yang kami amati yaitu selain orang-orang berwisata ke tempat itu ternyata ada orang yang memang tujuannya beribadah. Jadi, di atas kolam Petirtaan Jalatunda terdapat tempat ibadah bagi orang Hindu. Mereka berpakaian sesuai ajaran agama mereka, membawa peralatan serta perlengkapan ibadah mereka kemudian melakukan ritual ibadah di atas kolam petirtaan Jalatunda. Kami memperhatikan dari mulai mereka berjalan menuju tempat ibadahnya hingga mereka berjalan meninggalkan tempat ibadahnya.
Karena sudah penasaran, kami ingin segera melihat dan merasakan langsung air dari petirtaan Jalatunda yang dianggap oleh orang-orang seperti air zam-zamnya Indonesia. Mengapa air itu dianggap demikian? Yuk kita telusuri sama-sama!
Air itu berasal dari gunung yang dianggap suci, yaitu Gunung Penanggungan;
Kadar murninya air petirtaan Jalatunda diperkirakan setara dengan air zam-zam;
Batuan candi di area kolam Petirtaan Jalatunda berfungsi sebagai akuifer buatan yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah banyak;
Masyarakat percaya bahwa air Petirtaan Jalatunda memiliki khasiat dapat membuat wajah awet muda dan mampu menyembuhkan penyakit.
Sayangnya, kami tidak membawa wadah lain untuk menampung air itu untuk dibawa pulang. Alhasil, kami terpaksa harus meminum air yang di botol hingga habis agar dapat mengisi air asli dari petirtaan Jalatunda. Setelah dirasa mulai sepi di area kolamnya, kami mencoba turun ke area kolam tersebut. Kolam ini dipisah untuk mandi perempuan dan laki-laki.
Gambar 3. Kolam Petirtaan Jalatunda
(Sumber: https://idsejarah.net/2016/12/petirtaan-jolotundo-pemandian-raja.html)
Pada bagian kiri terdapat tempat berendam atau mandi khusus untuk perempuan dan bagian kanannya untuk laki-laki. Sementara itu, di antara kedua tempat dipisahkan oleh kolam yang berisi ikan. Kami tidak berniat untuk berendam karena memang tidak membawa baju selain baju yang kami sedang pakai. Akan tetapi, kami tetap ke tempat berendam atau mandi perempuan untuk berwudhu dan minum. Di sana terdapat wewangian dupa, pancuran air, dan berbagai jenis bunga yang tergenang di dalam air. Lalu, untuk dapat merasakan air kami harus turun tangga dan ternyata ketinggian air hanya sampai betis kaki. Kami tak lupa mengisi botol yang sudah kosong dengan air Jalatunda untuk dibawa pulang dari pancuran yang berada di luar area tempat berendam atau mandi. Setelah itu, kami tidak berlama-lama karena ada banyak orang yang mengantri untuk mandi atau berendam, sekadar minum, dan berantusias untuk mengisi botol yang kosong menjadi penuh air dari Petirtaan Jalatunda.
Jadi gimana sih rasa airnya? Jujur rasa air ini kalau diminum dan dirasain ke kulit secara langsung ya seger banget! Tapi, pas dibawa pulang yang kami rasakan kaya air mineral pada umumnya aja. Lalu, untuk khasiatnya sendiri bagaimana? Untuk pertanyaan ini, daripada penasaran, yuk cobain dateng langsung kesana
Sumber Referensi
Arifin, Z. (2017). Kecanggihan Teknologi Air Masa Kuno di Petirtaan Jolotundo. Dalam https://www.liputan6.com/regional/read/2895086/kecanggihan-teknologi-air-masa-kuno-di-petirtaan-jolotundo yang diakses pada 28 Mei 2021.
Dzulfia, Z. (2017). Petirtaan Jolotundo, Kolam 'Air Zam-zam'-nya Indonesia. Dalam https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/04/05/petirtaan-jolotundo-kolam-air-zam-zam-nya-indonesia yang diakses pada 28 Mei 2021.
Widayat, B. (2017). Keajaiban air di Candi Jolotundo kualitas hampir setara zam-zam. Dalam https://www.merdeka.com/peristiwa/keajaiban-air-di-candi-jolotundo-kualitas-hampir-setara-zam-zam.html yang diakses pada 28 Mei 2021.
Comments