Penulis:
Arifa Rachmawati
Rr. Nayla Alvita
Tahu gak sih? Kota Depok yang kita kenal sekarang ini ternyata memiliki sejarah pembangunan yang amat panjang, loh. Penasaran dengan kondisi Depok jauh sebelum ada Gr*media yang legend? Lihat kilas balik di bawah ini!
Asal-Muasal ‘Depok’
Tentunya dalam pemilihan nama, layaknya pemberian nama bayi, terdapat doa-doa baik yang menyertai nama tersebut. Berdasar pemikiran itu, muncul rasa ingin tahu dibalik makna nama Kota Depok. Dalam kamus Kawi˗Jawa, kata dhepok memiliki arti patapan yaitu tempat untuk bertapa atau tempat untuk mengasingkan diri dari keramaian dunia untuk jangka waktu tertentu. Dalam Bausastra Jawa, istilah depok diartikan sebagai tempat tinggal para pandita, sedangkan dalam kamus Jawa, depok berarti tapayang yaitu duduk bersila, ataupun menuntut ilmu, apabila ditambah dengan imbuhan per- dan -an berarti tempat menuntut ilmu. Selain itu, kamus Malay menyebutkan bahwa depok bermakna duduk bersila tanpa melakukan apa-apa. Dari beberapa sumber tersebut, depok mengacu pada aktivitas dan tempat yang terkait dengan sikap duduk menuntut ilmu yang suci. Akan tetapi, penulis tidak memiliki informasi pasti apakah makna-makna ini yang mendasari penamaan Kota Depok yang kita kenal sekarang.
Depok yang Dulu, Bukanlah yang Sekarang
Bagaimanakah kondisi Kota Depok 50 tahun lalu? 100 tahun lalu? atau lebih jauh 300 tahun lalu? Apakah zaman dulu orang-orang berteduh mencari angin segar di Gr*media selepas bertani? Lihat jawabannya di bawah ini.
Mundur sejauh 300 tahun, mari kita lihat kondisi Kota Depok di era kolonialisasi Belanda. Pada era ini, tanah Depok (tepatnya wilayah Pancoran Mas) dibeli oleh Cornelis Chastelein yaitu seorang pejabat VOC pada tahun 1696 untuk dijadikan lahan perkebunan. Pada tahun 1871, Depok menjadi desa otonom yang memiliki pemerintahan dan pemimpin sendiri atas izin Pemerintah Belanda. Salah satu tinggalan yang berasal dari masa kolonial adalah tugu Cornelis Chastelein yang dihancurkan pada tahun 1960-an dan dibangun kembali di depan RS Harapan Depok. Selain itu, terdapat gereja yang dibangun oleh Chastelein pada tahun 1700-an yang kini menjadi GPIB Immanuel.
Gambar 1. Tugu Cornelis Chastelein Setelah Dibangun Ulang.
(Sumber: Pikiran Rakyat Depok)
Gambar 2. Gereja GPIB Immanuel Depok Kini.
(Sumber: Jakarta.tribunnews.com)
Setelah proklamasi kemerdekaan RI, dilakukan perjanjian pelepasan hak antara Pemerintah RI dengan pimpinan Gemeente Depok pada tahun 1952. Pada masa ini Depok sudah berada di bawah kekuasaan RI tetapi belum berstatus sebagai sebuah kota. Barulah pada tahun 1981, Depok ditetapkan sebagai Kota Administrasi Depok yang masuk ke dalam Kabupaten Bogor. Pembangunan perumahan-perumahan menjadi titik awal pembentukan Depok. Disusul oleh pendirian kampus Universitas Indonesia (UI) dan peningkatan aktivitas perdagangan serta jasa.
Terbentuknya Kota Depok
Saat ditetapkan sebagai Kota Administratif Depok oleh Menteri dalam Negeri pada tahun 1981, Depok memiliki tiga kecamatan yaitu Kecamatan Pancoran Mas, Kecamatan Beji, dan Kecamatan Depok. Pada tahun 1982 Kecamatan Sukmajaya bergabung ke dalam Kota Administratif Depok. Keempat kecamatan tersebut berkembang dengan pesat sehingga muncul usulan agar Depok dijadikan Kotamadya.
Pada tanggal 27 April 1999, Depok diresmikan sebagai Kotamadya berdasarkan UU No. 15 tahun 1999, tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II. Pada hari yang sama juga dilaksanakan pelantikan Walikotamadya Depok yang pertama, yaitu Drs. H. Badrul Kamal. Momentum peresmian dan pelantikan ini kemudian dijadikan peringatan hari jadi yang bersejarah bagi Kota Depok.
Sebagai Kotamadya, Depok awalnya meliputi tiga Kecamatan yang telah disebutkan di atas ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yakni Kecamatan Cimanggis, yang terdiri atas 1 kelurahan dan 12 desa; Kecamatan Sawangan, yang terdiri atas 14 desa; Kecamatan Limo yang terdiri atas 8 desa; dan ditambah 5 desa dari Kecamatan Bojong Gede. Depok sebagai Kotamadya tidak hanya berperan sebagai Pusat Pemerintahan tetapi juga berperan penting dalam mendukung kebutuhan wilayah DKI Jakarta sebagai ibukota negara. Kota Depok diarahkan untuk menjadi pusat pemukiman, pendidikan, pariwisata, pelayanan perdagangan dan jasa, serta sebagai kota resapan air.
Gambar 3. Peta Administrasi Kota Depok
(Sumber: Hasil Analisis GIS Tompi dan Tallo, 2018)
Depok Sekarang
Nah, itulah tadi kilas balik Kota Depok setelah 22 tahun berdiri. Berdirinya Kota Depok ini ternyata melalui perjalanan panjang bahkan telah dimulai sejak 300-an tahun yang lalu, loh! Kini, Kota Depok telah menjadi kota metropolitan yang menampung lebih dari 1.851.878 jiwa. Tercatat sejak 2014, Kota Depok telah menerima berbagai penghargaan seperti Predikat Kota Cerdas (2014), Sertifikat Adipura (2015), Kota Peduli HAM (2016), Anugerah Parasamya dan Satyalencana (2017), dan Juara I Lingkungan Bersih dan Sehat (LBS) Kelurahan Mekarjaya (2018).
Kota Depok pun memiliki peranan penting bagi wilayah sekitarnya, di antaranya sebagai Kota Resapan Air dan salah satu kota di Jawa Barat dengan aktivitas perekonomian tertinggi. Selain itu, Kota Depok juga memiliki potensi sejarah yang masih menunggu untuk diungkapkan.
Setelah 22 tahun berdiri, masih banyak yang dapat ditingkatkan dari kota muda kita, Kota Depok. Yuk, bersama-sama kita wujudkan Kota Depok yang semakin baik dan lancar pembangunan infrastruktur krusialnya. Selamat ulang tahun yang ke-22 untuk Kota Depok!
Daftar Acuan
Abrianto, Octaviadi. 2016. “Potensi dan Permasalahan Tinggalan Arkeologi Masa Kolonial di Depok.” Kapata Arkeologi 12 (1), 103-112.
Aditya, Wisnu Rega. 2017. “Revolusi Sosial di Kota Depok 1945-1955.” Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
Aryanti, Oky Dwi. dkk. 2017. “Identifikasi Kota Depok Dalam Peranannya di Wilayah Jabodetabek.” Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Depok.go.id
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Depok. 2019. Buku 1 Analisis Strategi Kota Cerdas Kota Depok. Pemerintah Kota Depok.
Comments