Penulis : Amal Djati
Penyunting : Irfan Maulana
Kebanyakan orang mengenal kota Surakarta karena adanya dua kerajaan yang berdiri di kota ini, yaitu Kasunanan Hadiningrat dan Kadipaten Mangkunegaran. Kedua kerajaan ini memiliki peranan penting dalam sejarah perkembangan kota Surakarta. Namun, kekuasaan di kota Surakarta tidak sepenuhnya dikendalikan oleh dua kerajaan ini, tetapi terdapat juga pengaruh kekuasaan dari Belanda. Adanya kekuasaan Belanda di Surakarta bisa dilihat dari adanya benteng Vastenburg. Dengan adanya benteng ini mencerminkan bahwa kota Surakarta adalah wilayah yang dianggap penting, karena benteng sendiri merupakan citra kekuatan atau tembok pertahanan untuk melindungi suatu urusan di wilayah yang dianggap penting.
Bangunan dengan tembok tebal berwarna putih ini berdiri kokoh di pusat kota Surakarta, tepatnya di Jalan Jendral Sudirman, Gladak. Masyarakat sekitar mengenalnya dengan nama benteng Vastenburg. Awalnya benteng ini berdiri dengan nama Fort De Grootmoedigheid. Lokasi dari benteng ini merupakan lokasi yang dinilai strategis, yang mana wilayah Surakarta terdapat tiga teritori, yaitu perkampungan Arab, perkampungan Cina, dan keraton (pribumi). Dengan dibangunnya benteng ini maka Belanda dapat memecah ketiga teritori ini untuk keselamatan mereka dari gejolak yang akan timbul.
Gambar 1. Bentuk Benteng Vastenburg dari Atas (Sumber : maps.google.co.id)
Setelah terjadinya perjanjian Salatiga yang mengakibatkan terpecahnya Kasunanan Surakarta menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, Belanda menjadikan kota Surakarta sebagai daerah swapraja atau Vosrtenlanden, dimana suatu daerah dapat mengelola tatanan pemerintahannya sendiri melalui kontrak politik yang terjadi antara Gubernur Jenderal dengan Keraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Pihak Belanda juga melakukan pembangunan benteng yang berdekatan dengan bangunan keraton baru yang diprakarsai oleh Temenggung Mangkuyudo dengan J.A.B Van Hohendorff. Benteng ini didirikan tahun 1745 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van Imhoff untuk mengawasi aktivitas masyarakat.
Benteng Vastenburg berbentuk persegi, dimana pada keempat ujung sisinya menjorok keluar yang berfungsi sebagai tempat meriam dan pengawasan petugas, tempat ini biasa disebut dengan seleka (bastion). Tetapi pada setiap sudut selaka sudah tidak ditemukan lagi peninggalan berupa meriam. Benteng ini mempunyai dua pintu masuk yang masing-masing berada di sisi barat dan timur. Untuk pintu masuk utama yang menjadi ciri khas dari benteng Vastenburg berada di sisi barat, dimana terdapat bangunan berjendela besar di atas pintu masuk dan mempunyai penanggalan tahun 1745-1779. Pada pintu masuk utama yang berada di sisi barat terdapat jembatan yang berfungsi untuk melindungi benteng itu sendiri. Adanya jembatan juga dikarenakan benteng dikelilingi oleh parit. Bagian dalam dari benteng Vastenburg pada masa pendudukan Belanda terdapat pemukiman Belanda, bangunan gereja, rumah sakit, fasilitas militer, dan lapangan untuk menggelar apel pasukan. Akan tetapi, fasilitas itu sekarang tidak dapat ditemukan lagi karena sudah rata dengan tanah.
Gambar 2. Pintu Masuk Utama Benteng Vastenburg (Sumber : Dokumentasi Penulis, 2020)
Gambar 3. Parit yang Mengelilingi Benteng Vastenburg (Sumber : Dega Azka R, 2020)
Status kepemilikan Benteng Vastenburg selama berdiri hingga sekarang telah mengalami beberapa kali perpindahan tangan. Benteng ini dibangun dan dikuasai oleh Belanda hingga tahun 1942. Benteng ini kemudian diambil alih oleh Jepang yang dipimpin oleh Komandan Letkol T. Mase, kedudukan Jepang atas benteng ini tidak bertahan lama, yaitu hingga tahun 1945. Setelah Indonesia merdeka benteng ini diambil oleh pemerintah Indonesia yang difungsikan sebagai tempat pelatihan keprajuritan dan pusat Brigadir Infrantri 6/Trisakti Baladaya/Kostrad wilayah Karesidenan Surakarta di tahun 1970 hingga 1986. Tahun 1986 menjadi awal keberadaan pihak swasta dalam penguasaan tanah disekitar Bentang Vastenburg dengan dikeluarkannya SK walikota yang saat itu dipimpin Hartomo. Proses masuknya pihak swasta terjadi di tahun 1991, dimana dana yang diperoleh dari proses ini digunakan untuk memindahkan Brigadir Infrantri 6/Trisakti Baladaya/Kostrad wilayah Karesidenan Surakarta. Hingga saat ini terdapat beberapa pihak swasta dan perorangan yang menguasai tanah Benteng Vastenburg.
Gambar 4. Keadaan Tembok Benteng Vastenburg (Sumber : Dega Azka R, 2020)
Pengelolaan Benteng Vastenburg dipegang oleh Pemkot Surakarta, dimana dilakukan revitalisasi di tahun 2014 dengan melakukan pengecatan tembok benteng dan membersihkan rumput liar yang tumbuh di tembok maupun di sekitar bangunan. Tak jarang benteng Vastenburg digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara-acara yang ada di Kota Surakarta. Hal ini menjadikan benteng ini lebih dikenal masyarakat dan tidak terkesan kumuh dan angker.
Daftar Pustaka
Kebudayaan.kemdikbud.go.id. Pendirian Benteng-Benteng VOC di Pulau Jawa. Diakses melalui https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/pendirian-benteng-benteng-voc-di-pulau-jawa pada 20 Juni 2020.
Cagarbudaya.kemdikbud.go.id. Benteng Vastenburg . Diakses melalui https://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/public/objek/detailcb/PO2014102300165/benteng-vastenburg pada 21 Juni 2020.
Wisatasolo.id. Benteng Vastenburg Wisata Sjarah Kota Solo. Diakses melalui https://wisatasolo.id/benteng-vastenburg-wisata-sejarah-kota-solo pada 20 Juni 2020.
Prayitno, Budi., Qomarun. 2007. Morfologi Kota Solo (Tahun 1500-2000). Dimensi Teknik Arsitektur. 35 : 80-87.
Taqoballah, Ridha. 2009. Banjir Bengawan Solo Tahun 1966 : Dampak dan Respon Masyarakat Kota Solo. Skripsi. Surakarta. Univeritas Sebelas Maret.
Tiknopranoto. 1979. Sejarah Kutha Sala : Kraton Sala, Bengawan Sala, Gunung Lawu. Surakarta: Toko Buku Pelajar.
Commentaires