top of page
Writer's pictureKAMA FIB UI

Panca Pandawa Ngě(m)ban Bumi, Candrasengkala Prasasti Batu Tulis

Penulis: Fania Agustin

Editor: Sekar


Ekspedisi bekas wilayah Kerajaan Pajajaran yang dilakukan oleh Adolf Winkler bersama timnya pada tahun 1690 menemukan batu prasasti yang memuat mengenai catatan sejarah Sunda Kuno. Temuan ini dicatat dalam Daghregister pada tahun 1690 mengenai informasi yang tertera dalam prasasti setinggi dua hasta ini. Hingga selanjutnya dilakukan penelitian epigrafis terhadap prasasti Batu Tulis pada tahun 1817 oleh Thomas Stamford Raffles yang tercatat dalam The History of Java.

Tinjauan terhadap aksara yang terdapat pada prasasti dilakukan untuk mengetahui bentuk dan gaya aksara yang terpahat pada Prasasti Batu Tulis. Hal tersebut diperlukan untuk menganalisis penanggalan atau kronologi yang terdapat pada prasasti dan pembuktian terhadap keaslian prasasti. Bentuk aksara pada Prasasti Batu Tulis menggunakan huruf tipe Jawa Kuno dengan bentuk persegi dan pahatannya agak miring ke kanan. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan di Ciamis bentuk miring dan sederhana seperti ini juga digunakan seperti Kawali dan pada prasasti Huludayeuh di Cirebon.

Prasasti yang terletak di dalam kompleks yang memiliki luas 17 x 15 Meter ini memuat teks berbahasa Sunda Kuno, kondisi prasasti dalam keadaan cukup baik. Namun, tidak semua aksara yang terukir diatas permukaan batu tersebut tampak jelas sebab kondisinya yang sudah aus. Demikian terdapat satu aksara yang kerap diperdebatkan dan beberapa kali ditafsirkan ulang yaitu aksara yang terdapat di depan frasa ban. Sebab aksara ini mengindikasikan candrasengkala atau gambaran angka tahun pada Prasasti.

Prasasti Batu tulis memuat penanggalan pada bagian akhir prasasti. Penanggalan tersebut tertulis dalam Candrasengkala. Penyebutan penanggalan tersebut yaitu I Saka Panca Pandawa ngě(m)ban bumi, sehingga untuk mengetahui kronologi absolut dari penulisan prasasti atau peristiwa yang tertulis pada prasasti, harus mengetahui struktur penulisan kronogram tersebut. Alur memahami kronogram yaitu kebalikan dari alur penciptaannya. Untuk kronogram sederhana sudah otomatis setiap kata dalam ungkapan kronogram itu mewakili satu angka. Selanjutnya dengan mencari angka yang dilambangkan oleh kata yang menyusun kronogram tersebut dan dibaca terbalik. Perhitungan melalui penarikan unsur kronogram pada prasasti Batu tulis yaitu sebagai berikut :

saka panca panda wa ŋě(m)ban bumi

  • Saka merupakan tahun Jawa

  • Bumi yang memiliki arti : dunia, jagat atau tempat hidup manusia dan memiliki nilai angka Satu.

  • ŋě(m)ban memiliki arti : sebagai mengemban, menggendong atau membawa. Memiliki nilai angka dua.

  • Panda (Wa) : mempunyai watak bilangan lima sehingga mempunyai nilai angka lima

  • Panca: Kata panca memiliki watak bilangan lima, sehingga mempunyai nilai angka lima. Sehingga angka tahun yang diperoleh dari kronogram ini yaitu 1255.

Penanggalan yang disebutkan diatas dalam prasasti Batu Tulis hingga kini masih belum terdapat kesepakatan dalam penafsiran dan nilai kata-kata yang menjadi unsur angka tahunnya. Salah satu bentuk keraguan tafsiran berasal dari kata ŋĕ(m\)ban yang dapat ditafsirkan dan diartikan sebagai “menggendong”, “mengemban”, atau “membawa” dan harus diberi nilai angka “dua”. Namun, kata ŋĕ(m\)ban juga dapat diartikan sebagai “punakawan” yang diberi nilai angka “empat”, sedangkan jika benar seperti itu, maka belum dapat ditemukan alasan yang mendasarinya.

Tafsiran menurut Hasan Djafar sebagai ahli prasasti Sunda Kuno menjelaskan jika pada prasasti Batu Tulis jelas tertulis kata ŋĕban dan bukan ĕban, sehingga jika kata tersebut dianggap tidak lengkap ataupun jika ada aksara yang terlewat untuk dituliskan, yaitu aksara m\, tentunya kata tersebut lengkapnya adalah ŋĕ(m\)ban dan bukan ĕ(m\)ban. Dalam “Het jaartal op den Batoe-toelis nabij Buitenzorg”, Journal Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde, LIII, 1911, etnolog Belanda, CM Pleyte, menafsirkan aksara yang tidak terbaca di depan kata ban adalah huruf Ä›, kemudian dia menyisipkan huruf m, menjadi emban (Ä›(m)ban). Pleyte memberi taksiran bahwa kata emban beroleh angka empat berdasar jumlah punakawan: Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong.

Dengan demikian jumlah sengkalan itu; panca (5), pandawa (5), emban (4), dan bumi (1). Jadi, prasasti Batutulis bertarikh 1455 Çaka atau 1533 M. Menurut Hasan Djafar, berdasarkan Carita Parahyangan dan Pustaka Rajya I Bhumi Nusantara, terutama parwa IV, Sarga I, diketahui bahwa Prabu Surawisesa memerintah pada tahun 1521-1535 dan berkedudukan di Pakuan-Pajajaran, maka angka tahun yang paling mendekati adalah angka tahun 1455 Çaka atau 1533 M.

Isi prasasti terbagi menjadi bagian manggala (pembuka); sambadha (tujuan) dan titimangsa (penanggalan) secara garis besar prasasti Batu Tulis menjelaskan pembuatan prasasti sebagai sakakala (tanda peringatan) untuk memperingati Prebu Ratu yang telah mangkat. Seperti yang terdapat pada baris pertama yang berbunyi “ini sakala \prebu ratu purane pun\” yang artinya inilah tanda peringatan (untuk) Prebu Ratu yang telah mendiang (mangkat). Dalam prasasti ini disebutkan juga siapa itu Prebu Ratu, nama raja yang dinobatkan, dan keluarganya. Terdapat alasan lain dalam pembuatan prasasti Batu Tulis, yaitu karena berjasanya sang Sri Baduga Maharaja dalam pembangunan, seperti membuat parit pertahanan, membuat gugunungan, membuat sebuah telaga, membuat jalan dan membuat hutan larangan (samida).



Referensi:

Abdullah, Taufik, dkk (ed). (2012). Indonesia Dalam Arus Sejarah jilid 2. Jakarta: PT Ichtiar

Baru van Hoeve.

Assilmi, Ghilman. (2012). Variasi Aksara Sunda Kuna Pada Prasasti-Prasasti Masa Kerajaan

Sunda. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Disparbud.jabarprov.go.id. 2012. Prasasti Huludayeuh. Diakses pada 1 Desember 2020, dari

http://www.disparbud.jabarprov.go.id/wisata/dest-det.php?id=233&lang=id

Djafar, Hasan. (2011). Prasasti Batu Tulis Bogor. Jurnal Penelitian dan Pengembangan.

AMERTA Vol. 29. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional.

Muhsin, Mumuh. (2012). Sri Baduga Maharaja (1482-1521). Makalah.

Sudadi. (2018). Sengkalan, Angka Tahun Di Balik Ungkapan Jawa. Jakarta: Badan

Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

98 views0 comments

Comments


bottom of page