top of page

Menelusuri Markas Belanda di Ngawi: Benteng Van Den Bosch

Updated: Oct 5, 2023

Penulis: Azizah Betiyasa

Editor: Naufal Abimanyu Wihastomo

Benteng Van Den Bosch dari atas

(Sumber foto: nationalgeographic.grid.id)


Benteng Van Den Bosch adalah salah satu benteng peninggalan masa kolonial yang terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Benteng Van Den Bosch atau yang oleh masyarakat sekitar disebut dengan Benteng Pendem (karena posisi benteng yang dibangun lebih rendah dari tanah sekitarnya, sehingga dari luar nampak seolah terpendam) dibangun pada tahun 1839-1845 oleh Gubernur Jenderal Johannes Graaf Van Den Bosch. Pada masa perang Diponegoro, adanya perlawanan terhadap Belanda karena telah merebut Ngawi menjadi latar belakang dibangunnya benteng ini. Namun selain untuk menghadapi serangan lanjutan dari perang Diponegoro, dibangunnya Benteng Van Den Bosch juga bertujuan untuk menguasai jalur transportasi di wilayah tersebut.

Kawasan benteng Van Den Bosch terletak di daerah pertemuan dua sungai yaitu Sungai Bengawan Solo (di sebelah utara) dan Sungai Bengawan Madiun (di sebelah selatan), dimana daerah tersebut juga dikenal sebagai “kali tempuk”. Letak benteng yang strategis dikarenakan adanya pertemuan dua sungai ini membuat lokasi di sekitar benteng Van Den Bosch ramai dimanfaatkan sebagai jalur perdagangan maupun pusat perniagaan. Bukti kegiatan perdagangan dan perniagaan masih dapat kita jumpai sekarang, dimana terdapat pasar tradisional di dekat benteng yang masih beroperasi hingga sekarang.

Kantor utama benteng Van Den Bosch

(Sumber foto: Nugroho, 2020)


Benteng Van Den Bosch berdiri di atas area tanah seluas 15 ha dengan luas bangunan 165 m x 80 m, dengan arah hadap ke barat. Jika dilihat secara keseluruhan, benteng ini memiliki denah berbentuk persegi panjang yang dikelilingi oleh parit selebar + 5 meter dan gundukan tanah/tanggul seperti bukit. Fungsi parit dan gundukan tanah ini adalah sebagai sarana pertahanan. Ada yang mengatakan bahwa dahulu parit tersebut diisi oleh buaya sehingga sulit untuk dilewati baik oleh musuh maupun pekerja rodi yang ingin kabur. Sementara itu, dibuatnya gundukan tanah membuat benteng tidak terlihat dari luar, kecuali melalui jalur udara. Disamping kegunaannya sebagai pertahanan dari musuh, parit dan gundukan tanah ini juga membantu menghindari banjir dari sungai di sekitar benteng.

Benteng Van Den Bosch memiliki bastion atau seleka yang berbentuk seperti mata panah di setiap ujungnya. Bangunan benteng terdiri dari dua lantai, dengan jembatan penghubung di setiap bangunan yang ada di lantai dua. Pada dasarnya, benteng Van Den Bosch mengikuti bentuk gaya kolonial yang arsitekturnya berkiblat kepada arsitektur Eropa. Namun pada kenyataannya, Indonesia memiliki perbedaan iklim, material, dan tenaga kerja dengan Eropa, sehingga arsitektur Eropa kurang dapat diterapkan. Hal ini tentu sangat sulit jika bangunan di Indonesia harus dibangun sama persis dengan arsitektur aslinya, sehingga pihak kolonial mengadopsi arsitektur lokal dalam pembuatan benteng ini. Bahan dasar yang digunakan dalam pembangunan benteng terdiri dari kayu jati, batu kali, batu bata kuning, batu bata merah, dan ubin HOLLAND Alfred Recoud NC AASTAUCHT yang diimpor dari Belanda.

Benteng Van Den Bosch memiliki tiga pintu gerbang: gerbang depan, gerbang utama, dan gerbang belakang. Gerbang paling depan yang berperan sebagai akses utama keluar masuk benteng dilengkapi jembatan penghubung yang dapat dinaik-turunkan menggunakan katrol. Gerbang kedua atau gerbang utama merupakan pintu masuk ke bangunan utama benteng yang dapat ditinggali. Sementara gerbang belakang berperan sebagai pintu paling belakang benteng.

Pada gerbang utama, terdapat dua pilar ionic/doric yang merupakan ciri arsitektur Neoklasik Eropa. Pilar-pilar ini tidak hanya ada di gerbang benteng tetapi dapat juga dijumpai pada bangunan kantor utama yang terletak di tengah-tengah benteng. Pilar tersebut berjajar di teras kantor utama yang memiliki arsitektur bergaya Roman Indische, sedangkan pilarnya sendiri menunjukkan gaya Romawi. Benteng Van Den Bosch memiliki banyak jendela, dimana jendela yang digunakan pada benteng ini merupakan tipe jendela rangkap ganda dan jendela ganda dengan dua bukaan lebar. Untuk bagian atap, Benteng Van Den Bosch memiliki dua tipe atap pada bangunannya. Pada bangunan yang mengitari benteng (barak tentara), atapnya berbentuk datar dari cor beton, sedangkan pada bangunan yang ada di tengah-tengah benteng atapnya berbentuk limasan.

Dapur yang terlihat cerobong asapnya

(Sumber foto: dokumen pribadi penulis)


Ada berbagai jenis bangunan yang memiliki peran penting di dalam benteng Van Den Bosch. Di area pintu penjagaan bagian depan benteng, terdapat bangunan rumah tinggal yang sampai sekarang masih dapat dilihat. Di area benteng juga terdapat barak yang berperan sebagai asrama bagi para serdadu Belanda, dengan perkiraan terdapat 250 tentara bersenjata yang tinggal di benteng ini. Selain itu terdapat pula dapur umum dan kamar mandi, yang berperan untuk menciptakan sanitasi yang baik dan merupakan tempat diproduksinya makanan bagi para penghuni benteng. Di benteng terdapat juga kantor utama, yang berfungsi sebagai kantor utama bagi tentara berpangkat tinggi seperti Perwira dan Letnan dan sebagai tempat tinggal Jenderal Van Den Bosch. Tepat di sebelah kantor, terdapat makam KH. Muhammad Nursalim, pengikut Pangeran Diponegoro yang gugur setelah ditangkap Belanda. Di seberang kantor utama terdapat kantor umum yang memiliki halaman luas, dan di bagian selatan kantor umum ada dua buah sumur yang pada zaman dahulu digunakan Belanda sebagai tempat pembuangan jenazah tahanan dan korban kerja rodi. Terdapat juga bastion atau seleka di setiap sudut benteng, yang berfungsi sebagai tempat pengintaian atau pengawasan. Selain bangunan-bangunan tadi, di benteng Van Den Bosch terdapat juga gudang amunisi dan penjara. Gudang amunisi dan penjara ini terletak di bawah setiap tangga ke lantai dua barak tentara, lokasinya berdekatan dengan bastion.


Sumber Referensi


Chawari, Muhammad. 2016. Benteng Van Den Bosch, Ngawi: Temuan Artefaktual SebagaiCerminan Alat-alat Kebutuhan Sehari-hari. Balai Arkeologi. 36(2): 196 – 199.

Harisun, Endah dkk. 2017. Typologi Fasade Gerbang Benteng Fort Oranje Di Ternate. Seminar Nasional Keteknikan (SINTEK), Ternate: 15 – 16 November 2017.

Rosikin, Ainur dan Hartono, Yudi. 2016. Museum Benteng Van Den Bosch (Benteng Pendem) Di Kelurahan Pelem Kecamatan Ngawi Kabupaten Ngawi (Latar Belakang Sejarah, Nilai, Dan Potensinya Sebagai Sumber Sejarah). Jurnal Agastya. 6(2): 42 – 47.

Widhiaputra, Aji Firmana. 2015. Skenario Rute Wisatawan Berdasarkan Serial Vision Benteng Van Den Bosch. Thesis. Universitas Brawijaya.


111 views1 comment
bottom of page